Cerpen

“Ku Temukan Bahagia Itu”
 “Yak sampai di sini pertemuan kita hari ini, jangan lupa kerjakan tugasnya. Selamat sore...”
“Sore... “ jawab seluruh mahasiswa serentak.
Aku pun berjalan menuju pintu kelas, tak sabar rasanya keluar dari kejenuhan itu. jenuh... benar-benar jenuh dengan sederet rutinitas perkuliahanku. Tugas, laporan, latihan soal, kuis, semua tumpukan buku itu.
Jenuh.. dengan segala aktivitas organisasi yang rasanya ada ataupun tidak adanya diriku sama saja. Aku hanya seonggok daging yang memenuhi ruang rapat itu.
Sore itu, tepat pukul 17.00 WIB, ku berjalan dan terus berjalan, kaki ini rasanya memiliki penglihatan tersendiri, melangkah menuju sebuah tempat yang begitu ku suka, tempat yang membuat hati ini sejuk, hati ini damai, raga ini serasa tersiram air yang begitu segar mengalir. Ya, tempat ini adalah Masjid kampusku. Akupun membasuh muka, tangan, kepala, dan kaki ini, aku berwudhu, dengan hati yang masih saja gundah. Tangga demi tangga ku tanjaki hingga sampai di lantai 3, aku bersimpuh, tak terasa air mata inipun menetes, setetes demi setetes, begitu deras, hingga sesenggukan. Dada ini sesak, hati ini gelisah, ku adukan semua yang ku rasakan kepada Sang Maha Tau,
“Ya Allah......... haruskah ku jalani semua ini, haruskah ku hadapi masalah yang kian banyak ini, masalah yang tak kunjung henti ini... Ya Allah..... tolongg hamba...tolong hamba Ya Tuhanku...”
Diri ini hanyut dalam doa, diri ini merasakan kenyamanan dalam mencurahkan hati kepada Sang pemilik Raga. Satu per satu jamaah yang bersamaku pergi, namun diri ini masih ingin mengadu, masih ingin menemukan jawaban, masih ingin merasakan kedamaian yang begitu dirindukan.
Hingga ku tersadar, adzan subuh membangunkan diri ini, aku masih memakai pakaian yang sama dengan kemarin, aku... iya  aku tertidur di masjid ini.

Fajar yang begitu indah menyambut pagiku. Berjalan di koridor masjid, yang ku rasa aku masih gelisah, aku tak tau hendak kemana. Diri ini terus mencari, dimanakah ku temukan kebahagiaan sejati itu, haruskah ku kembali dengan tumpukan buku-buku yang memenuhi kamarku.. ah, betapa pusingnya ku memikirkannya.
Akupun melanjutkan perjalanan tak tentu arah ini.
Hari ini hari Minggu, aku terbebas dari segala rutinitas itu, mungkin lebih tepatnya membebaskan diri. Aku merasa lelah, lelah yang amat dalam, huft...sampai kapan aku menjalani ini semua, bukankah empat tahun itu waktu yang sebentar, hah..bagiku seperti empat abad.

Tinnnnnnnn...............duarrrrr.......
“Astaughfirullah, apa itu?!”
Ku tengok ke belakang, seorang nenek tergeletak lemah, tak berdaya, spontan ku menghampirinya. Seorang di belakangku menelpon ambulance, yang lain mengerubungi ku, tanganku bersimpah darah yang mengalir dari kepala nenek ini.
Ku bopong tubuh renta ini bersama orang yang tentu berhati baik, menurutku. Menuju rumah sakit terdekat.
Pukul 08.00 WIB
Dokter keluar dari ruang UGD, menanyakan siapa keluarga nenek itu. Aku pun mengatakan bahwa aku cucunya.
Sebuah keajaiban menurutku setelah darah yang begitu banyak mengalir, nenek ini masih hidup. Aku masuk ke ruangan itu, ku lihat wajah damai beliau. Ku pegang tangan yang kurasakan begitu hangat.
Tiba-tiba tangan itu bergerak, mata teduh itu terbuka, menatapku yang tak tau harus berbuat apa.
“Te te teri ma ka sih ya nak, Allah me me nya yangimu, nak...” ucap sang nenek terbata-bata.
Aku yang sembari tadi bengong menjawab dengan anggukan.
Aku speechless, dalam hati ku bertanya, “apa benar yang dikatakan nenek ini?”
“Assalammualaikum...”
Spontan ku menjawab “Wa’alaikumsalam...”
Seorang lelaki umur 40 tahunan bersama dengan seorang kakek tua menghampiriku. Kakek itu adalah suami nenek yang ku tolong ini. Lelaki yang bersama kakek itu ternyata kepala desa tempat kakek nenek ini tinggal. Aku pun kagum ternyata masih ada sosok petinggi desa yang baik seperti ini.
Yang kulihat adalah keharmonisan keluarga kecil itu, iya..kakek nenek itu, begitu harunya ketika sang kakek mencium tangan nenek yang ku ketahui bernama Nek Harti.
“Iya mbak, Kakek Tarni dan Nenek Harti memang pasangan yang luar biasa, selain ahli ibadah, mereka juga terkenal sangat baik hati di desa kami.” ucap Pak Kades.
Aku hanya menjawab dengan anggukan dan senyuman. Dalam hati aku berkata “Ternyata beneran ada pasangan seromantis ini ya, Subhanallah...”
Sang Kakek yang terlihat bijak dengan laku yang begitu tenang mempersilakan aku duduk disamping Nenek, sepertinya aku merasa seperti bersama kakek nenekku sendiri. Nenek meminta untuk dirawat di rumah saja, dan ternyata dokter tidak melarangnya, aku sempat berpikir apakah tidak apa-apa, padahal yang kurasa nenek mengalami kecelakaan yang cukup parah, namun entahlah...
Aku diajak kakek nenek menuju rumah mereka, kami di antar oleh Pak Kades yang baik itu.
Sesampainya di rumah mereka, yang kurasakan adalah hawa sejuk, segarnya pemandangan, dengan sekeliling rumah berupa taman, dilengkapi kolam ikan kecil. Gemericik air sungai tepat di belakang rumah itu membuat ku merasa begitu damai, andai aku bisa selamanya di sini.
Aku pun dipersilakan masuk, kakek dan nenek begitu ramah padaku,
“Anggap saja rumah sendiri ya nak..” ucap Kakek Tarni.
Nenek Harti juga tersenyum padaku. Beliau mengatakan keinginannnya untuk beristirahat di saung belakang rumah , sembari dituntun oleh aku dan kakek, kami menuju tempat favorit Nenek Harti.
Di sini tak kulihat duka, yang ku lihat adalah canda tawa, begitu hangatnya keluarga ini. Aku pun merasa nyaman, tak canggung aku pun menceritakan apa yang ku alami akhir-akhir ini, dimana aku jenuh dengan segala rutinitasku, tugasku, organisasiku, dan segala yang memusingkan itu. Mereka dengan senyum tulusnya menasihatiku berbagai kebaikan, memberikan ku pencerahan, Kakek Tarni berkata:
“Nak, hidup ini hanya sekali, jadikanlah hidup ini berarti, sungguh tidak ada seorang manusia pun di dunia ini yang tidak mempunyai masalah dalam hidupnya, jadilah seorang yang kuat, yakinlah, bahwa Allah sayang padamu, Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan hambaNya, percayalah, Allah selalu memberikan yang terbaik untuk kita, hanya saja kita dengan kemampuan berpikir yang terbatas ini sering tak menyadarinya. Masalah, ujian, cobaan, adalah bukti Allah memberikan perhatiannya padamu, masalah menjadi masalah atau tidak tergantung bagaimana kita menyikapinya nak, jika satu pintu kebahagiaan tertutup, yakinlah ada pintu lain yang terbuka, namun seringkali kita terlalu lama menyesali pintu yang tertutup itu hingga kita tak menyadari ada pintu lain yang terbuka. Mengeluh hanya akan menambah sakit, hanya akan memperburuk keadaan, mengeluh tak akan menyelesaikan masalah nak, maka bangkitlah dari keterpurukanmu itu, tengok yang ada di bawahmu, betapa banyak anak seumuranmu sangat ingin melanjutkan studinya, namun mereka masih harus mencari nafkah, banting tulang mencari sesuap nasi, bahkan banyak di antara mereka yang tak punya tempat tinggal. Tak sadarkah kau nak, bahwa Allah telah memberikan begitu banyak nikmat padamu, pernahkah kau menghitungnya? Sungguh kalaupun coba kita hitung, kita tak sanggup saking banyaknya nikmat itu. Coba satu menit saja kau tutup mata, hidung, mulut, dan telingamu, apa yang kau rasakan? Maka ucapkanlah Alhamdulillah, betapa Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Setiap masalah pasti ada solusinya, setiap masalah pasti ada hikmah di dalamnya. Allah ingin menjadikanmu sebagai manusia yang kuat nak, Allah ingin meningkatkan derajatmu dihadapannya.
Aku begitu tersentuh dengan kata-kata itu, air mata ku pun menetes.
Iya nak, nenek percaya kau wanita yang luar biasa, yakinlah, bahwa Allah selalu ada, Allah tidak pernah tidur, jadilah wanita yang berhati mulia, yang hatinya selalu terpaut pada Nya, berusahalah menjadi wanita sempurna untuk meraih ridhoNya. Wanita yang indah akhlaknya, teduh parasnya, brilian otaknya, mantap ilmu agamanya, dahsyat prestasinya, hebat kontribusinya. Semua tugas, rutinitas perkuliahan yang selama ini membuatmu merasa lelah adalah cobaan untukmu nak, Allah senantiasa memberikan yang terbaik. Kau beruntung nak, mulai sekarang jadilah anak yang kuat yang tak gentar, yang semangat dalam belajar, semangat dalam meraih prestasi. Tugas, kuis, laporan dan semuanya itu hanya secuil masalah yang sesungguhnya tak akan membuat hidupmu berat jika kau menghadapinya dengan tenang, dengan dada yang lapang, dengan ikhlas menjadikan semua itu sebagai cara untuk meraih ridhoNya. Semakin tinggi pohon semakin kencang anginnya nak. Maka sesungguhnya kesulitan-kesulitan yang tengah kau hadapi adalah syarat untuk kehebatanmu kelak. Semua yang terjadi di dunia ini atas kehendakNya, bahkan sebuah daun yang jatuh di tengah hutan pun sudah diatur oleh Nya.
Ku peluk Nenek Harti, sembari air mata yang terus mengalir. Subhanallah, terima kasih atas petunjuk yang telah Engkau berikan ini ya Allah...
Betapa damai hati ini mendengarkan petuah-petuah itu. Allah slalu mempunyai rencana terbaik untuk hambaNya.
Tak terasa, seharian aku berada di rumah yang begitu menentramkan itu. ku dengar tawa canda anak-anak di ruang depan. Ternyata ruang depan yang cukup luas ini sengaja dijadikan mushola dan tempat mengaji bagi anak-anak desa ini. Subhanallah... betapa mulianya hati Kakek dan Nenek ini.
Aku pun pamit pulang, mereka ingin agar aku bisa sering mengunjungi mereka tiap minggunya.
“Pintu rumah ini slalu terbuka untukmu nak...” ucap Kakek Tarni dan Nenek Harti hampir bersamaan.
Aku pun sangat senang mendengarnya.
Aku pun kembali ke kosan ku, ku buka lembaran baru. Aku yang baru, aku yang semangat menghadapi semua yang terjadi, aku dengan jiwa yang optimis, serasa dilahirkan kembali. Aku menjadi diriku yang baru. Ku kerjakan semua tugas yang menumpuk itu dengan hati yang gembira, dengan tawa yang ceria. Dan benar, semuanya terasa begitu ringan. Semuanya terselesaikan, tak sesulit  seperti yang ku bayangkan sebelumnya. Alhamdulillah...
            Sejak hari itu, aku sering berkunjung ke rumah Kakek Tarni dan Nenek Harti. Benar-benar seperti keluarga sendiri. Aku pun teringat kejadian kecelakaan waktu itu, aku pun baru sadar bagaimana dengan yang menabrak Nenek Harti ya, ternyata supir mobil pick up itu tidak apa-apa, dia yang membantu membopong nenek bersamaku waktu itu, ya..dia orang berhati baik itu. dan ternyata malamnya supir itu juga berkunjung ke rumah Nenek Harti, dan betapa luar biasanya Nenek Harti dan Kakek Tarni yang seakan lupa dengan kejadian kecelakaan itu, mereka begitu asyik dalam perbincangan malam itu. Aku tau dari Pak Kades yang malam itu mengantar Supir ke rumah kakek dan nenek.
Betapa indahnya menjalani hidup seperti ini, bersyukur atas segala yang terjadi. Menyadari betapa banyak nikmat yang Allah beri. Damai hati ini ketika yang ada di hati adalah Sang Pemilik Jiwa. Damai hati ini ketika yang senantiasa diingat adalah Sang Maha Pencipta. Kini aku pun tersadar...
Hidup bukan untuk disesali, bukan untuk ditangisi, bukan untuk disedihkan. Hidup adalah perjuangan untuk terus bangkit dari kegagalan dan kejatuhan. Dan orang yang berada di puncak, adalah mereka yang sanggup mengelola jiwanya hingga kesedihan, kecemasan, kegalauan, berlutut menyerah tak berdaya. Sulitnya hidup terkadang merupakan jalan dari Tuhan untuk mengasah potensi yang ada dalam diri manusia. Aku teringat kata-kata Kakek Tarni ketika untuk kelima kalinya aku ke rumah beliau, ketika itu juga aku tau kalau Kakek Tarni dan Nenek Harti memiliki perpustakaan pribadi yang cukup besar di rumah mereka. Mereka berdua sudah pensiun, mereka dulu mengajar di sekolah negeri di daerah itu. dan hebatnya,di masa pensiun ini mereka memiliki yayasan yatim piatu di desa itu, juga industri rumah tangga dengan karyawan yang berasal dari desa itu. Sungguh betapa mulianya mereka, memiliki kebermanfaatan bagi sesama.
Dalam perjalanan pulang, aku merenungkan kata-kata kakek Tarni yang sampai sekarang selalu dan selalu ku ingat:
“Bukankah untuk menjadi pedang yang tajam sepotong besi harus rela dibakar dan dipukul berkali-kali? Bukankah untuk menghasilkan mutiara seekor kerang harus rela menahan sakit yang berkepanjangan oleh karena pasir yang mengendap di tubuhnya? Bukankah untuk menjadi rajawali seekor elang harus rela menjalani proses transformasi yang sangat menyakitkan selama berbulan-bulan? Bukankah untuk menjadi kupu-kupu yang indah seekor ulat harus rela menjalani proses menjadi kepompong yang menyiksa?
Satu yang harus kita ingat, bahwa kesulitan yang justru membuatmu dekat dengan Tuhan, hakikatnya adalah anugerah. Dan kemudahan yang malah membuatmu jauh dari Tuhan, hakikatnya adalah petaka.
Aku bersyukur atas semua yang terjadi, Allah begitu sayang padaku, Dia pertemukan aku dengan manusia-manusia yang luar biasa ini.
“Allah...... terima kasih untuk semua ini”.
~SEKIAN~

Comments

Popular posts from this blog

Nikmati saja

Favorite Page in 'My Dream Book'

Tentang Kamarku