Bintang #2

...
Iya, badai itu datang.

Setelah lama melihat bintang dengan menggelar tikar dan tiduran di halaman, mereka memutuskan untuk masuk ke dalam rumah. Udara malam itu semakin dingin.
Ruang keluarga menjadi tempat kami berkumpul. Melanjutkan obrolan yang ‘ngalor ngidul’. Tak berapa lama adik-adik sudah tertidur, tinggal Melati dan Uminya. Abah masih ada urusan di luar.
Tiba-tiba Umi berkata “Melati, mbok kamu setelah ini fokus kuliah saja, ndak usah ikut-ikut lomba-lomba lagi, atau exchange dan segala macamnya itu, udah.. kayak itu lho **** yang umi lihat calm-calm aja, gak neko-neko kemana-mana gitu, umi khawatir akademik kamu jadi terganggu, ga usah ikut semua itu lagi, udah fokus kuliah saja Melati.”

Bak disambar petir, Melati hanya terdiam, dengan semua bayangannya. Iya, deretan mimpi-mimpi yang telah ia tulis, gambar alur perjalanan mimpi-mimpinya beberapa tahun ke depan, bulan, tahun, strategi, semua yang telah ia persiapkan, seketika itu semuanya lebur, bukan maksud ‘lebay’. Adalah suatu hal yang sangat Melati junjung tinggi mengenai apa yang diucapkan oleh Uminya tercinta. Adalah suatu yang tak akan Melati abaikan. Namun, haruskah Melati mengorbankan  impian, harapan, dan cita-cita nya semenjak dulu. Rasanya? Entahlah.
Seketika itu, Melati meneteskan air mata. Ia menangis, dan terus menangis. Tepat beberapa menit sebelum ia menginjak umur yang ke-20. Selama ini, umi tidak pernah mempermasalahkan apapun yang Melati inginkan dan lakukan dalam hal menuntut ilmu. Sedari kecil mengikuti olimpiade matematika di SD hingga paper Internasional di SMA, dan beberapa kompetisi nasional & internasional di perguruan tinggi, Umi tak pernah mempermasalahkan, Umi selalu mendukung penuh semua itu, mendoakan, memotivasi, menyemangati, menjadikan Melati sosok yang berani menghadapi apapun, “Terjang saja Melati, Allah selalu memberikan yang terbaik” kata Umi, sebelum malam ini.
Melati masih saja menangis, dan menangis. Terpasang di dinding kamarnya, semua tentang mimpi-mimpinya. Gambar berbagai kota di dunia, daun maple bertebaran, dsb. Iya, melihat itu, Melati semakin menangis. Dan terus menangis.
***
Kicauan burung, gesekan dedaunan, suara ayam berkokok, udara yang begitu sejuk, semua itu berpadu membangunkan Melati. Kedua mata Melati bengkak, sepertinya semalam ia sudah menguras air matanya. Umi sudah ada di sampingnya, Melati kemudian berkata “Umi, kalau memang itu yang Umi harapkan, Melati akan lakukan, Melati jadi kupu-kupu ya umi, kuliah pulang kuliah pulang, melati fokus kuliah saja, Melati ndak akan ikut apapun di kampus, sesuai dengan yang Umi harapkan.” (keliatan ndak ikhlas Melati ini si ya -_- )
“Sudah nak, Umi minta maaf, Umi ndak tau kalau Melati benar-benar sudah mengatur semua jadwalnya, Umi cuma takut kamu ndak fokus sama kuliah, tapi kalau kamu benar-benar bisa mengatur semuanya, memilih kompetisi atau pun kegiatan yang tidak akan mengganggu jam kuliah, Umi pasti dukung nak, Umi minta maaf, Umi ndak tau, dan ............” (masih banyak lagi, ^^ )
 Sontak Melati langsung memeluk Uminya, adiknya juga ikut memeluk sosok wanita yang sangat hebat ini. pembaca pasti tau bagaimana suasana kala itu, air mata bahagia mengalir begitu derasnya.
Tiba-tiba Abah datang, menanyakan hal yang sebenarnya Abah sudah mengetahuinya, iya, dengan gaya khasnya “humoris” ^^ . Kami semua berpelukan (ala teletubbies).

Hari itu, semua terasa begitu indah. Apa pun. Iya, apa pun yang Melati lihat, dengar, rasakan, semuanya begitu membahagiakan. Itulah janji Allah,
Maka, sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan. (QS. Asy-Syarh:5-6)

Senyum terus sepanjang hari, menikmati hangatnya sinar mentari, birunya langit pagi, sejuknya udara, menyirami bunga-bunga, menyapa semua yang di temuinya, maasyaa Allah...
Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Ar-rahman:55)

Allah.... aku mencintai Mu.

Limpung, 11 Juli 2016
21:46

AF

Comments

Popular posts from this blog

Nikmati saja

Favorite Page in 'My Dream Book'

Tentang Kamarku