remember...




Hujan kembali hadir
Membawa semua kenangan, merasuk, membuatku jatuh ke dalamnya. Begitu dalam, hingga ku rasakan suasana kala itu.

Melati, iya itu namaku. Hujan adalah saat-saat favoritku. Saat di mana aku bebas mengekspresikan apa yang tengah ku rasakan. Saat di mana air menyejukkanku, seketika membuatku tenang, tanpa beban. Iya, karna hujan itu rahmat. Menikmati hujan dengan duduk di jendela kamar, memandang ke luar, melihat dedaunan yang basah, tertimpa segarnya air, pepohonan yang begitu rindang, terlihat begitu bahagia tersentuh setetes demi setetes, gerimis. Tanah, bebatuan, hewan, bahkan ku lihat kupu-kupu terburu-buru terbang. Indah sekali. Tuhan... aku bahagia.

Teh hijau hangat menemaniku. Diiringi alunan musik yang menentramkan jiwa.  Ku ingat di sana. di tempat yang berbeda. Tempat yang lama aku hidup di sana. aku merindukannya. Merindukan segala sesuatunya di tempat itu. tempat favoritku kapanpun. Di sana aku bisa melihat deretan bukit, rimbunnya pepohonan, gemericik air, cerianya ikan, musang berkeliaran, tupai dengan penuh kelincahan, burung-burung berkicauan dan semuanya. Namun itu dulu, dan sudah tak ada lagi. Semuanya telah berubah. Aku merindukannya. Rindu dengan tempat di mana aku bisa menjadi diri aku. Menulis, tersenyum, menangis, menulis lagi, tertawa, terdiam, tersenyum, dan menulis lagi. Kau sebut aku gila? Mungkin.  Tuhan...aku merindukannya.

Teringat masa itu, masa di mana pepohonan di tempat ini begitu banyak, bukan pohon seperti yang kau bayangkan, ini pohon bambu, semuanya bambu. Kala itu, samping kiri dan belakang tempat ini semuanya bambu. Oh tidak, ada pohon lain, pohon pisang, pohon mahoni, pohon kopi, pohon melinjo, pohon kelapa, hmmm... dan ada pohon salak. Kau bisa membayangkannya? Gemericik air, yang ketika kemarau masih mengalir, tenang namun terdengar ceria, dan ketika musim hujan, deras dan terdengar gembira. Penuh dengan ikan, kecil hingga sedang. Yang besar jarang. Ketika malam, hening, tenang, tentram, dan dingin. Alunan ayat suci Al Quran membuat ku merasakan kenikmatan yang tak terdeskripsikan. Begitu syahdu, begitu damai. Ibu, the first person who teach me reciting Quran. Tuhan... sayangilah ibuku.

Air mata ini jatuh, terlintas kebiasaan ketika dulu. Iya dulu. Setiap hari minggu, mengawali pagi dengan penuh keceriaan, pagi-pagi buta, setelah subuh, aku dan mereka menuju tempat favoritku (iya, tempat favoritku banyak). Ini taman kanak-kanak. Bukan ruang kelasnya, tapi wahana nya. Tepat di halaman TK. Ayunan, prosotan, jungkat-jungkit, dan kawan-kawannya. Ayunan adalah favoritku, bersama mereka. Jangan nangis melati.... ga kok, i’m fine.
Tuhan... maafkan aku.

Kemudian, kau tau alun-alun? Iya, itu juga favoritku, dulu...tampilannya tak sebagus sekarang, tetapi moment kala itu tak ada yang lebih indah. Sederhana, hanya lari-larian, beserta mereka. Tidak membeli apapun, hanya lari, mengelilingi pohon besar di tengah alun-alun itu.
Tuhan....jagalah mereka.

Kamu cengeng, iya aku memang cengeng. Kayak gini aja nangis. Tapi, aku kuat kok, aku melati, aku kuat. Buktinya nih chubby kan? Iya melatiiiii. Tempat mana lagi melati?

Entahlah... semuanya begitu indah...


Bogor, 14 Juni 2016
AF




Comments

Popular posts from this blog

Nikmati saja

Favorite Page in 'My Dream Book'

Tentang Kamarku