Senyuman Melati
Bismillah...
dan sampailah Melati di titik
ini. titik dimana dia merasakan segala sesuatu yang telah terjadi. Melati menyadari
semua proses itu. hingga air matanya pun menetes, terus menetes hingga mengalir
deras. Membasahi pipinya.
Melati termenung, merasakan
betapa hinanya dia selama ini. betapa dia lalai akan semua yang telah Allah
beri. Melati tenggelam dalam diam .
Pagi itu, Melati memutuskan untuk
pergi jalan-jalan bersama sahabatnya Mawar. Seperti biasa, mereka harus naik
angkot dua kali untuk menuju tempat ini. tempat yang selalu ramai, dari
anak-anak sampai yang dewasa bahkan lansia ada di tempat ini. entah memang
untuk membeli kebutuhan atau sekedar keinginan atau bahkan pelampiasan
kebosanan.
Namun, ada yang berbeda. Bukan mengenai
tempat tujuannya. Tetapi proses menuju ke tempat tersebut. Melati merenung, diam,
terpana. Cahaya itu hadir di hati Melati. Ada dialog di dalam batinnya:
“Melati...sadarkah engkau? Betapa
beruntungnya engkau selama ini, dan masih kah engkau mengeluh? Lihatlah itu,
penjual gorengan, penjual roti keliling, pedagang kios kecil. Lihat Melati,
lihat.. bukan hanya dengan matamu, tapi juga hatimu. Lihat....mereka bekerja
begitu keras, begitu sabar, begitu ikhlas. Kau melihat senyum mereka? Bahkan ketika
harus terkena terik matahari, atau pun derasnya hujan, mereka masih bisa
menikmatinya, bercanda tawa satu sama lain, sederhana Melati... begitu
sederhana dan menentramkan jiwa. Tengok sebelah kiri itu, kau lihat penjual
tissue? Tengok lebih cermat lagi, ada anak kecil yang duduk persis di samping
kardus tissue itu, dimana? Di pinggir jalan, di bawah panasnya sinar matahari
siang ini, berbaur dengan asap beribu kendaraan yang melewati. Setiap 2 detik
sekali Ibu itu menawarkan dagangannya ke setiap orang yang datang dan pergi. “
Tiba-tiba terdengar alunan musik
dari sebuah gitar kecil.
Dialog hatinyapun berlanjut:
kau mendengarnya Melati? Dan kau
melihatnya? Anak itu mengingatkanmu pada adikmu bukan? Seumuran bahkan?
Allah.... dia lebih kecil? Berpindah dari satu angkot ke angkot yang lain. Anak sekecil itu sudah mencari uang
sendiri, dan ini tidaklah mudah
Melati... kau lihat wajah polosnya? Wajah yang haus akan perhatian dan kasih
sayang. Kau lihat itu? bukan hanya dengan mata mu namun juga dengan hatimu
Melati... kau menangis? Menangislah... dan sadarlah... betapa Allah menyayangimu...
Allah ingin kau mendekatiNya, raih cintaNya, Dialah Sang Pemilik jiwa. Melati...
iya.. kamu merasakan saat-saat itu bukan? Saat-saat dimana hari begitu berat,
menyesakkan dada, dan kau hanya tertunduk, diam, membisu, dan kau hanya ingin pergi..pergi
untuk meluapkan segala emosi di hati, kesedihan yang tak terperi. Kemudian, kau
temukan suatu hal yang membuatmu tertawa, dan kau kira itu lah bahagia? Namun apa?
Kau tak merasakannya, kau hanya memaksa itu ada. Memaksa. Karena kau tidak
berada di jalanNya. Melati....
Allah... Allah selalu ada untukmu
Melati.. larilah kepadaNya, raih cintaNya, serahkan seluruh cintamu padaNya...
Dialah Sang Maha Cinta... dan kau pun menangis, iya...menangislah.. menangislah
dalam kedekatanmu pada Allah Azza wa Jalla...
Setelah
ini, mungkin kau akan diuji, terulah istiqomah Melati... karena kau pun tau,
entah sampai kapan kau hidup di dunia ini. tak salah jika kau berpikir tentang
mimpi-mimpimu itu, namun tetaplah ingat pada prinsipmu Melati... kamu hidup,
kamu ada, kamu hadir di dunia ini hanya untuk meraih ridhoNya...Allah SWT.
Mulailah melangkah di lembaran
barumu ini... kau menyebutnya ‘Hijrah’...
Raihlah mahabah Ilahiyah...
Mungkin ada beberapa hal yang
akan kau temui nanti, entah semakin banyak hal yang menggodamu berupa kesenangan,
ataupun berbagai masalah yang menuntutmu untuk terus berjuang. Melati... Allah mencintaimu...
***
“Udah sampai nih Melati, buruan
turun” , kata Mawar.
Sontak Melati tersadar dari
lamunannya (baca:renungan).
Melati pun tersenyum dengan
merasakan kedamaian di hatinya.
Bogor, 10 Februari 2016
1.01 am
AF
Comments
Post a Comment