Terima kasih Galuga
Selamat pagi dunia...
Alhamdulillah.. masih diberi
kesempatan untuk hidup, masih bisa bernafas, masih bisa merasakan kesejukan yang
begitu menentramkan.
Entah apa yang membuatku
tiba-tiba jam segini ingin menulis sesuatu. Iya sesuatu,
Tak jarang, kita pernah berada pada suatu titik di mana rasanya begitu
lelah, jenuh, capek,tak tau harus berbuat apa, rasa ingin menyerah dengan
semuanya, ingin pergi..pergi meninggalkan segala rutinitas yang ada..
Beberapa
kali ku mengetik, beberapa kali pula aku menghapusnya. Rasanya aku hanya ingin
berbagi cerita saja kali ini, semoga pembaca bisa mendapat inspirasi.
sumber: idea.lk.ipb.ac.id
Tepatnya
hari Sabtu, tanggal 5 Desember 2015. Aku
ikut bergabung dengan acaranya anak Etos, iya, mereka adalah orang-orang luar
biasa, para penerima beasiswa Etos. Kegiatan ini semacam bakti sosial kepada
masyarakat khususnya di daerah Galuga, you know Galuga? Subhanallah... ini adalah
daerah dimana kita bisa melihat ‘gunung’ sampah. Iya, di sinilah tempat
pembuangan akhir sampah-sampah di Bogor. Dari sekian ratus meter kita sudah bisa mencium bau sampah itu,
astaughfirullah, sampai mau nangis rasanya. Bagaimana mereka bisa hidup setiap
hari dengan bau yang sebegitu baunya.
Aku
pun turun dari angkot, tepat di depan sebuah sekolah dasar di daerah galuga
itu. Aku melihat keceriaan di sana, wajah-wajah polos, wajah tanpa dosa, wajah-wajah penuh harapan
dan cita-cita. Senyuman mereka, tawa mereka, maasyaa Allah... memberiku
semangat kembali. Saat aku tiba di sana, mereka sedang senam bersama, hmm....
jangan tanya bahagianya kayak apa, pokoknya bahagia banget bisa ada di
tengah-tengah keceriaan anak-anak ini (tau deh ya yang suka gaul sama anak-anak
J ) . Setelah senam
mereka masuk ke kelas masing-masing. Dan aku sempat bingung readers, bagaimana
tidak, lah aku kayak orang baru di sini, yang lain anak etos semua, nah aku? Aku
hanya volunteer :’) hehe, ok kembali ke topik. Aku pun membantu yang aku bisa,
serabutan lah ya, nah Alhamdulillah, aku dimintai bantuan untuk megang kelas 1,
Alhamdulillah gak kaget ngajar anak-anak karena terbiasa mengajar juga di Rumah
Harapan BEM KM IPB J
. maasyaa Allah, anak-anaknya lucu dan imut-imut, iya lah ya masih kelas 1 SD. Lalu,
aku pun mengajar seperti halnya guru, namun lebih interaktif (mungkin), karena
kita isinya menyanyi, mendongeng, lalala yeyeye. Nah, setelah itu ada program
sosialisasi cara mencuci tangan yang benar, dll. Walau baru beberapa jam tapi
Alhamdulillah mereka welcome sama aku J
(ciee keibuan) , oke lanjut, ketika ku genggam tangan mereka, tepatnya beberapa
dari mereka, dan menjelaskan betapa pentingnya menjaga kebersihan, termasuk
kebersihan tangan. Dan ketika itu pula aku sadar banyak kuku-kuku yang panjang
dan hitam, kemudian dengan nada yang tetap lembut, ku tanyakan pada mereka,
“hmmm...kenapa kuku-kukunya
panjang dan hitam seperti ini sayang?, hayoo..nanti banyak cacingnya loh..nanti
kalau makan terus cacingnya ikut masuk ke perut, hmm..bisa apa? Bisa sa kit..nanti
cacingnya bisa jadi gede..hiii... “ yuk dipotong kukunya biar cacing-cacingnya
hilang, biar kaburr hehe...
Berbagai macam tanggapan dari
mereka, ada yang kepo dengan cerita cacingnya, ada yang nunjukin kukunya yang
udah bersih karna udah dipotongin sama mamahnya, ada yang langsung minta
dipotongin kukunya, dan ada yang berkata
“ kak, kak Ana...mamah aku udah
gak ada..”
You know my expression? Beberapa detik
terdiam,
“mulai sekarang, mulai detik ini,
anggap kak Ana mamahnya Fulan* ya...”
Allahh....saat
itu aku hanya bisa memeluk anak kelas 1 SD itu, bersama pelukan dari beberapa
anak-anak lainnya. Ku coba menahan untuk tetap tersenyum, benar-benar menahan
tangis, jangan sampai aku menangis di tengah keceriaan mereka.
Selanjutnya,
acara berlanjut dengan pembagian susu sekaligus menonton video tentang
pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan. Setelah selesai mendongeng di
depan semua anak-anak itu, aku duduk di tengah-tengah mereka, alhamdulillah aku
membawa pemotong kuku, jadilah aku ibu pemotong kuku anak-anak ini, bahagia
banget walau mungkin terlihat sepele, sederhana, hanya memotong kuku, tapi di
sinilah spesialnya. Menggenggam tangan mungil mereka, memotong satu per satu
kuku mereka yang panjang dan hitam, terlihat betapa perlu perhatiannya mereka, sebagian
besar orang tua mereka adalah pekerja di TPA Galuga. Iya, gunung sampah itu
sumber pencaharian mereka. Bahkan, sesuatu yang kita anggap sudah tidak berguna
menjadi berharga di tangan mereka.
Setelah
itu, aku pun pindah duduk ke belakang, melihat tawa mereka, raut kebahagian
yang terpancar, begitu mempesona, maasyaa Allah... bahagia itu sederhana..
“Lalu nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kau dustakan?” (QS.Ar Rahman)
Ku lihat Fulan mondar-mandir,
lalu ku panggil saja dia. Aku penasaran dengan kehidupannya. Sambil bercanda,
ku coba telaah latar belakang kehidupannya. Ia pun bercerita,
“Mamah pergi,Fulan dulu tinggal
di Bogor (kota), terus sejak mamah pergi, Fulan sama ayah pindah ke sini...
dst...”
Curahan hatinya membuatku hampir
tak kuat menahan air mata, kemudian ku alihkan dengan menanyakan pelajaran,
kemudian dia keluarkan buku dan pensil untuk belajar menulis dan membaca. Ku tuliskan
satu per satu alphabet itu, lalu menyanyikan cara membaca huruf-huruf itu. dan Readers
tau bagaimana rasanya? Speechless, iya aku speechless, melihat wajah lugunya
mengeja satu per satu huruf itu, dengan semangatnya, ketegarannya, senyumnya...
Allah..... ampuni diri ini, ampuni diri ini yang begitu kufur akan
nikmatMu, betapa tidak bersyukurnya hamba... .ya Allah... ampuni hamba yang
selama ini masih saja mengeluh karna tugas, kuis, organisasi, kuliah, yang
sejatinya tidak ada apa-apanya dibanding apa yang dihadapi oleh anak ini...
betapa lemahnya hamba selama ini...astaughfirullah...
Sempat air mataku menetes, anak
ini, anak ini begitu tegar, dengan semua masalah yang ada, dia kuat, dia begitu
semangat untuk belajar. Aku malu, aku malu pada Allah, aku malu pada diriku
sendiri. Betapa Allah senantiasa memberikan nikmatNya yang begitu banyaknya,
dan masih saja aku mengeluh? Hello..annnn... look at this, look...
Terima kasih Galuga...
Ditemani sejuknya udara pagi,
Bogor, 13 Desember 2015
3.17 WIB
Comments
Post a Comment